Ini Tanggapan Pelapor soal Surat KPK Terkait Laporan Dugaan Korupsi Bimtek Perangkat Desa di Garut


Partnerbhayangkara-Garut-
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) kembali menyampaikan surat kepada pelapor dugaan korupsi pada kegiatan Bimtek yang diselenggarakan di Hotel Horison Bandung pada 23-27 Mei 2022.

Dalam surat KPK RI nomor : R/5036/PM.00.00/30-35/10/2022 tersebut mengulangi isi surat sebelumnya. Akan tetapi sudah dijawab setelah melakukan analisa mengenai isi surat tersebut.

“Surat itu isinya hampir sama dengan surat sebelumnya, dan menyebutkan sudah menjelaskan melalui sambungan seluler. Jadi saya juga tegaskan kembali kalau yang ditanyakan itu harus jelas bentuknya apa dan bagaimana, karena sudah dijelaskan dalam lampiran laporan pengaduan. Bahkan saya meminta KPK RI bila diperlukan membuka percakapan saya dengan petugas KPK yang menghubungi saya dan berbicara langsung melalui sambungan seluler,” ungkap Asep Muhidin,SH, (26/11/22).

Dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b, ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Korupsi (UU KPK) menyebutkan:

Pasal 11 ayat (1) :Dalam melaksanakan tugas sebagaiana dimaksud dalam pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang :

b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

ayat (2) :dalam hal tindak pidana korupsi tidak memenuhi ketentuan sebagaiana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi WAJIB menyerahkan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan kepada kepolisian dan/atau kejaksaan.

Selain itu, Pasal 15 UU KPK huruf b “Komisi Pemberantasan Korupsi berkewajiban: memberikan informasi kepada masyarakat yang memerlukan atau memberikan bantuan ntuk memperoleh data yag berkaitan dengan hasil penuntutan tindak pidana korupsi yang ditanganinya.” imbuhnya.

“Kalau memang laporan tersebut bukan kewenangan KPK dalam melakukan penanganannya, KPK memiliki kewajiban hukum atas perintah Undang-Undang KPK menyerahkan kepada Keplosian atau kepada Kejaksaan, bukan pelapor yang harus melaporkan kembali, itu kan perintah Undang-undang mereka (KPK),”

Apabila KPK tidak mampu menggali data dan bukti selain dari yang disampaikan Pelapor, menurut saya aneh, logikanya lembaga yang super power dan sehebat KPK pun tidak mampu atau tidak bisa membongkar kasus di Kabupaten Garut ini, apalagi masyarakat biasa yang tidak memiliki wewenang dalam hukum dalam wewenang seperti KPK/

Jangan sampai KPK RI masuk angin menangani kasus yang mungkin menurut KPK adalah kasus kecil, yang dikhawatirkan, menurut Pasal 70 ayat (2) huruf f Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Pemberantasan Korupsi, menyebutkan “penentuan tindak lanjut penanganan laporan dalam hal dugaan tindak pidana korupsi disampaikan kepada direktorat penyelidikan pada deputi bidang penindakan dan eksekusi. Artinya deputi bidang direktorat pelayanan laporan dan pengaduan masyarakat pada deputi bidang informasi dan data cukup riskan dan strategis sebagai penentu setatus laporan masyarakat, tetapi anehnya deputi ini tidak bisa menggali dan mencari data-data sendiri, hanya meminta dan membebankan kepada pelapor, padahal jelas, fakta, kronologi, bukti yang harus ada dalam laporan apa saja. Kalau hanya membebankan kepada masyarakat lalu KPK hanya menerima barang jadi, lalu kerja KPK apa?, hanya melakukan penuntutan di pengadilan?",

"Sebaiknya KPK membaca kembali penjelasan yang ditulis KPK, yang ada dalam website KPK pada laman pengaduan masyarakat, disana jelas disebutkan bentuk-bentuk korupsi, TPK yang dapat ditangani KPK, format laporan/pengaduan yang baik, dan yang paling utama adalah bagian yang menjelaskan bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan”. tandas Asep.


(Red)

أحدث أقدم


Home ADS 2